Sabtu, 27 Juni 2015

Review Pengaderan di Psikologi Universitas Airlangga



Heyyyy kampus-kampus diluar sana yang masih berbangga dengan sistem pengaderan perploncoan atau pressing, yang masih menganggap lulusan anak SMA itu manja dan pemikiran kalian jauh lebih benar, mungkin lain waktu kalian harus terpikir untuk studi banding tentang pengaderan dan pendidikan karakter. 
Disini saya cuma mau cerita sekaligus nostalgia pengalaman tahun lalu saya sebagai mahasisawa baru di Psikologi Universitas Airlangga.

Waktu saya cerita pengalaman saya tentang pengaderan disini ke teman-teman luar, masih saja tidak ada yang percaya. Bukti nyata, bahwa persepsi tentang pengaderan masih menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dengan kedok solidaritas saja.

Dulu waktu detik-detik jelang pengaderan, saya juga mempunyai persepsi begitu. Jujur aja, saya udah nunggu-nunggu, kira-kira bakal diapain, atau kapan dibentaknya. Pas dijalani, lah kok................ jauh dari yang saya bayangkan sebelumnya. Bahkan sampai hari terakhir pengaderan pun saya masih menunggu-nunggu kapan dibentaknya... dan nunggu biasanya di penutupan ada surprise gitu kan, endingnya terungkap kalau kemarin-kemarin itu drama, trus maaf-maafan, ya gitu mulu alurnya ketebak. Ternyata disini tuh aduh... kakak-kakaknya sama sekali jauh dari kesan galak (kecuali sie keamanan lumayan lah). 

Pengaderan, mungkin bisa dibilang masa-masa ABG keluar dari zona nyaman. Kurang tidur, itu wajar sih. Tapi disini nggak ada yang namanya atribut aneh-aneh, yang sok-sokan dirasionalisasikan ini maknanya gini gini gini. Kita cuma pakai id card dari kertas manila ungu dilaminating, tulisannya pake spidol silver, bentuknya bebas yang penting setiap kelompok beda, sama pake pengait doang udah. Intinya kan cuma merepresentasikan fakultas, menunjukkan identitas sama kelompok. Kalau di FIB sama farmasi lebih simpel lagi, cuma kayak kartu nama doang gitu. 

Aduh plis, kalau masih pake atribut aneh-aneh itu kesannya anak lulusan SMA ditempatkan rendah banget, lagian senior-junior sama-sama punya hak kuliah. 
Memangnya lulusan SMA terlihat remeh, manja, labil, ga bisa punya pemikiran yang jauh, mentang-mentang? Faktanya, pas kakak tingkat ditanyain “Gimana sih mahasiswa baru 2014 disini?” Semuanya punya jawaban yang sama “KRITIS”.
Jadi, jangan kira “kritis” itu cuma bisa didapatkan dari pressing! Apalagi pakai kata-kata kasar, merendahkan mahasiswa baru, atau sampai ke agresi dan pelecehan fisik. 

Rangkaian acara pengaderan kami terdiri dari Student Day dan PsychoCamp.
Student Day ini tugas besarnya adalah... interaksi! Interaksi, ngobrol-ngobrol, tanya-tanya sama kakak angkatan, sampai dapet inspirasi pokoknya. Inspirasi itu dicatat dan dikumpulkan (ditarget sih). Total yang terkumpul adalah 130 “quotes” dari kakak angkatan dalam 3 minggu. Bisa sampek ke dosen dan karyawan juga sih. Jadi inget, dulu suasana fakultas itu hidup banget sampek malem. Sampek malem? iya, tak jarang dari kami masih nongkrongin kakak angkatan sampek malem. Itu baru salah satu sih, masih ada review koran, essay, observasi, bikin mading, presentasi. Yang jelas relevan dengan gambaran kuliah kita kedepannya.

Kegiatan yang heboh dan menghibur yang paling saya ingat waktu Student Day adalah pas hari terakhir, games joget hahaha. Sama games zombie candle, kakak angkatan jadi zombienya, angkatan 2014 dikasih misi untuk menjaga lilin supaya nggak dipadamkan zombie. Ada yang bertugas jadi garis pertahanan, ada yang melingkar ngelindungin lilin (sampe basah coy disiram air dilemparin es batu), ada yang nyusun puzzle bendera sama merangkai tiang bendera. Jadi endingnya itu ada pengibaran bendera. Udah baris rapi, hormat, benderanya otw, pas udah mau sampe puncak sayangnya tiangnya roboh. Tapi kakak-kakak angkatan tetap mengapresiasi kami yang udah capek panas-panasan.

Sebagai mahasiswa baru, nggak afdhol namanya kalau nggak pernah salah. Bahkan kesalahan setitik pun bisa tertangkap mata. Tapi, kami lebih mengenal “konsekuensi” daripada hukuman. Beda dong, karena konsekuensi datang dari kami sendiri. Mahasiswa baru sering dimintai komdis konsekuensi untuk kesalahan kami sendiri. Jadi, berbuat salah itu bukan takut, tapi “malu”! 

Saya teringat salah satu penugasan sebagai konsekuensi, yaitu menolong orang lain lalu dituliskan dalam bentuk essay. Sampai ketika pengumpulan tugas itu, kami ditanya “Apa yang bisa kalian dapat dari tugas itu?”. Ada salah satu maba yang menjawab, intinya “Waktu itu ada ibu-ibu kesusahan ngambil motor, terus saya bantu. Ibu itu bilang terimakasih. Saya baru ngeh, tindakan saya itu ternyata sudah menolong orang lain. Ternyata kita sering nggak sadar kalau hal kecil bisa menolong orang lain. Jadi, menolong itu tidak harus sesuatu yang sudah ditujukan sebelumnya.”

Motto pengaderan kami adalah “memanusiakan manusia”. Nggak percaya?
PsychoCamp, yang diadakan di salah satu bumi perkemahan di Pacet, nggak ada yang namanya tiba-tiba tengah malam dibangunin dengan diteriakin suara semelengking gajah. Tahu nggak cara banguninnya gimana? Mereka tahu jam-jam manusiawi untuk bangun setelah kelelahan di malam hari (mungkin mereka lebih lelah).  Mereka cuma bunyiin sound yang bisa kedengeran sama semua, dengan lagu sherina............. (i really miss this part). Kegiatan kami setelah bangun tidur adalah mengaji, refleksi, sholat, senam. Itulah rutinitas kami di pagi hari selama 4 hari. Dan masih banyak orang-orang yang susah percaya, kalau kegiatan kami selama psychocamp ini cuma jelajah sama permainan, nggak ada bentak-bentakan. Yang ada mahasiswa baru di”apresiasi”. Asik seru lah permainannya. Games favorit yang paling saya inget itu pas setiap kelompok dulu-duluan melewati rintangan jaring laba-laba tapi tangan harus gandengan ga boleh lepas, kelompokku menang dong haha (ga sia-sia ngesot-ngesot). Sama pas setiap anak dalam kelompok disuruh nulis cita-citanya masing-masing di kertas kecil, trus kertas itu disebar acak. Sekelompok melingkar, kakinya diiket satu sama lain. Sensasinya pas jalan tuh.... seusai permainan pas ikatannya dilepas pun masih terasa haha jadi misinya harus berhasil mengumpulkan cita-cita punya anak sekelompok, ini jadi lebih mengenal satu sama lain banget =)) Makanannya selama psychocamp aja enak-enak lho haha spesial langsung dari tangan-tangan sie konsumsi (sehabis makan kami selalu mengapresiasi “terimakasih kakak konsumsi”, kadang saking kreatifnya sampe dibikin jingle). 

Salah satu dosen di fakultas saya pun menyebutkan bahwa cara pengaderan disini sudah menjadi panutan untuk institut tetangga sebelah.

Kembali lagi ke konteksnya, bahwa kita ini universitas, civitas akademika. Bukan semi militer, taruna, pramuka, paskibra, dan semacamnya. 
Output dari universitas adalah intelektual, inovator, leader, beretika, bermoral, amanah. Nggak harus jadi politisi, itu sih pilihan masing-masing (kecuali fisip). 
Cobalah tengok pendidikan karakter yang biasanya diselenggarakan beasiswa-beasiswa, itu masuk akal. Dan kebanyakan pun kegiatannya games, problem solving, outbond. Yaudah sih, mungkin tiap fakultas punya nilai yang diterapkan dengan adatnya sendiri yang jadi ciri khas.

Saya sempat melakukan interaksi terhadap beberapa dosen. 
Salah seorang dosen muda, Pak Adit, berkata “Kenapa sih kita harus melakukan pengaderan seperti ini? Kembali lagi ke budaya Indonesia, yaitu saling mengenal. Kalau kamu bandingkan dengan luar negeri, mereka tidak begitu.”
Dosen lainnya, Prof. Fendy, menyampaikan “Pendidikan karakter itu olah raga (sportif, unggul), olah pikir (cerdas, kritis, kreatif), olah rasa/karsa (ramah, toleransi, peduli), dan olah hati (jujur, amanah, tanggung jawab). Caranya ya lewat PsychoCamp yang kamu jalani ini.”

Yang pasti psychocamp ini tiap tahun selalu diadakan dengan tema yang berbeda, dan permainannya juga beda (nggak kalah seru dari tahun ke tahun)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar